Apresiasi Suatu Emosi Dalam Novel Di Bawah Lindungan Ka’bah
Di Bawah Lindungan Ka’bah merupakan suatu novel religius yang memiliki pesan moral yang patut untuk kita apresiasikan. Novel ini memiliki niali-nilai religi yang sangat apik untuk ditelusuri. Hamka begitu pandai dalam merangkai kata-kata sampai-sampai membuat sebuah karya sastra yang sangat fenomenal.
Dalam novel ini Hamka mengambil latar di sebuah Negara di mana seluruh umat islam menunaikan Haji. Hamka merupakan seorang sastrawan yang memiliki pengetahuan yang sangat luas dan karya-karyanya sangat terkenal di kalangan pencinta novel sastra. Dalam mengapresiasikan novel Di Bawah Lindungan Ka’bah ini penulis menerangkan isi novel ini menggunakan pendekatan emosi. Di mana pembaca dapat menuangkan pendapat-pendapatnya dan kesan yang diperoleh pembaca ketika selesai membaca novel Di Bawah Lindungan Ka’bah ini.
Jika kita membaca novel ini pasti kita akan merasakan suatu emosi yang dapat mempermainkan perasaan pembaca ketika membacanya. Karena pengarang begitu pandai mengatur jalannya cerita sehingga novel ini dapat mencampuradukkan perasaan pembaca ketika merasakan sedih dan kesal. Di sini kita dapat merasakan suatu perasaan sedih ketika ibunda Hamid salah satu tokoh dalam novel ini meninggal dunia dan yang begitu menyedihkan ketika kedua tokoh utama Hamid dan Zainab harus meninggal dunia dan membawa cinta mereka ke dunia yang berbeda.
Hamka menurut penulis ketika menceritakan novel Di Bawah Lindungan Ka’bah ini bahasa yang digunakan cukup dimengerti oleh pembaca. Dengan begitu pembaca dapat mudah untuk mengambil pesan-pesan yang ingin disampaikan oleh pengarang. Novel Di Bawah Lindungan Ka’bah ini pengarang menggunakan bahasa melayu yang biasa digunakan oleh masyarakat pada masa itu. Ini merupakan bahasa melayu pasar yang sering digunakan masyarakat dalam percakapan sehari-hari pada masa itu, mungkin ini agar para pembaca dapat mengerti apa isi dari novel tersebut.
Jika penulis lihat bahwa novel Di Bawah Lindungan Ka’bah ini merupakan suatu cerita yang nyata. Ini dapat dilihat pada cerita bagian ”Mekkah pada tahun 1927” bahwa di situ tokoh ‘saya’ adalah pengarang sendiri yang sedang menunaikan ibadah haji dan dia mempunyai teman bernama Hamid. Maka di Mekkahlah Hamid menceritakan tentang kisah hidupnya tersebut kepada tokoh ‘saya’ dan Hamid bersedia bahwa kisah hidupnya ini untuk dipublikasikan kepada masyarakat asalkan umurnya tidak lebih panjang dari tokoh ‘saya’ tersebut. Ini semua agar kisah hidupnya dapat dijadikan pelajaran bagi kehidupan kita di masa depan.
Maka dari itu dengan kita membaca novel Di Bawah Lindungan Ka’bah ini kita bisa mendapatkan pelajaran yang sangat berharga dan pengarang begitu banyak menyisipkan pesan dan nilai- nilai positif yang perlu kita ambil untuk dijadikan pelajaran bagi diri kta.
Nilai-nilai yang terkandaung dalam novel di bawah lindungan ka’bah yaitu:
1) Nilai religius
· Dalam novel ini nilai religi yang dapat kita ambil adalah ketika tokoh Hamid sedang menunaikan ibadah haji ke kota Mekkah. Di sini nilai religi begitu kental dan memiliki nilai religius yang cukup dalam. Sampai-sampai judul novel ini memiliki makna yang sangat religius.
2) Nilai budaya
· Dalam hal ini nilai budaya yang bisa kita lihat adalah ketika Zaenab ingin dijodohkan oleh orang tua dengan seseorang yang masih saudaranya. Dengan ini pengarang ingin menjelaskan bahwa pada masa itu masih adanya adat istiadat yang menerangkan tentang perjodohan.
3) Nilai sosial
· Dalam novel ini nilai sosial yang dapat kita ambil adalah ketika Engku Haji Ja’far mengangkat Hamid menjadi anak angkatnya dan membiayai semua kebutuhan sekolahnya. Karena Engku Haji Ja’far merasa kasihan melihat keadaan Hamid yang sudah tidak memiliki ayah lagi. Di sini pengarang ingin menerangkan bahwa kita sesama manusia harus saling tolong-menolong dan selalu ingat dengan orang yang lebih rendah dari kita.
4) Nilai etika
· Dalam novel ini nilai etika yang bisa kita ambil adalah di mana Hamid begitu menghormati orang yang lebih tua dan selalu mematuhi apa yang disuruh ibunya. Di sini kita dapat mengamil sisi positif dari sifat Hamid yang selalu bersikap sopan kepada orang yang lebih tua.
· Kemudian nilai etika yang bisa kita ambil adalah ketika Hamid bersedia berjualan kue keliling untuk menghidupi dia dan ibunya. Dalam hal ini Hamid tidak merasa malu dan rela untuk tidak sekolah karena harus memenuhi kebutuhan hidupnya. Maka bisa kita lihat bahwa Hamid begitu peduli dan sayang kepada ibunya.
5) Nilai estetika
· Di sini nilai estetika yang bisa kita nikmati adalah ketika pengarang mendeskripsikan keindahan kota Mekkah dengan begitu detail. Dengan ini pembaca dapat membayangkan bagaimana suasana kota Mekkah tersebut.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar